Sobat Bumi Indonesia

Populasi Gulma Kirinyuh pada Lahan Budidaya Jagung

Salah satu kendala yang sering dihadapi oleh para petani di Indonesia dalam bercocok tanam adalah tumbuhnya gulma pada lahan. Hal ini menjadi salah satu fokus para petani karena menghambat pertumbuhan dari suatu komoditas pertanian. Tak terkecuali pada lahan tanaman jagung yang terdapat beberapa jenis gulma mengganggu proses tumbuhnya jagung.

Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya tidak diharapkan oleh petani saat berkebun. Gulma sendiri memiliki daya saing yang tinggi dengan tanaman pertanian dalam penyerapan CO2, air, dan nutrisi sehingga tanaman pertanian dapat terhambat pertumbuhannya (Allifah, Dkk 2019). Kerugian yang dapat disebabkan oleh gulma sangat beragam diantaranya menghambat pertumbuhan tanaman, menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman pertanian, menjadi tanaman hama dan penyakit bagi inang, serta menyebabkan keracunan bagi tanaman. 

Gulma dapat tumbuh pada setiap lahan pertanian, oleh karenanya diperlukan wawasan terkait berbagai jenis gulma di lahan pertanian. Terutama pada aspek biologis, faktor pengaruh, perkembang biakan, cara penyebaran, dan penanggulangan gulma itu sendiri. Pengendalian gulma harus dengan pengetahuan yang cukup agar pengendaliannya dapat dikatakan berhasil, sehingga tidak merusak tanaman pertanian maupun lingkungan. Oleh karena itu, identifikasi jenis dan populasi gulma pada lahan jagung, serta cara pengendalian gulma dengan tepat adalah poin utama.

Kurniadi, Dkk (2019) menyebut, kehilangan hasil akibat dari gulma yang tumbuh pada lahan jagung berkisar antara 20%-80% tergantung dengan kerapatan gulma dan waktu terjadinya gangguan gulma. Penurunan hasil juga dapat mencapai 50% jika penanganan gulma tidak efektif. Petani di Indonesia menambahkan, pertumbuhan gulma sangat cepat apalagi saat musim penghujan. Mengingat kondisi tanah sawah yang lembab menyebabkan gulma lebih baik dan cepat tumbuh. Hal ini juga ditegaskan oleh Utami, dkk (2020), faktor lingkungan akan mempengaruhi kelimpahan dan dominasi jenis gulma. Diantaranya terdapat jenis gulma yang tidak tahan terhadap kekeringan, akan tetapi saat musim penghujan di mana air banyak menggenang di area persawahan menyebabkan biji gulma dapat tumbuh dengan sangat cepat dan mendominasi.

Mengutip hasil wawancara dan observasi, gulma jenis daun lebar banyak didapati di areal lahan jagung. Salah satunya bernama kirinyuh (Chromolaena odorata L). Chromolaena ordorata termasuk suku Asteraceae atau Compositae, yang dahulu dikenal dengan nama Eupatorium odoratum. Di Indonesia sendiri, dikenal dengan nama kirinyuh atau gulma siam (Nasution, Dkk 2019)

Secara fisiologi, gulma kirinyuh mempunyai kemampuan mendominasi dengan cepat karena mampu menghasilkan biji yang banyak dan mudah diterpa oleh angin. Setiap tumbuhan dewasanya mampu memproduksi sekitar 80 ribu biji setiap musim. Kepadatan tumbuhan biasa mencapai 36 batang tiap meter persegi yang berpotensi menghasilkan kecambah, tunas, dan tumbuhan dewasa berikutnya. Kirinyuh dapat dikatakan spesies abadi karena hidup lebih dari setahun. Daunnya dapat mati pada musim kemarau, namun akarnya tetap hidup. Pertumbuhan bibitnya produktif pada musim penghujan di mana kelembapan tanah lebih tinggi. Gulma ini hidup pada ketinggian 100-2800 mdpl, akan tetapi di dataran rendah dengan 0-500 mdpl pun banyak dijumpai tumbuhan ini (Rusdy 2016).

Gulma kirinyuh mampu menghambat pertumbuhan tanaman karena penyebarannya cepat dan menjadi kompetisi penyerapan unsur hara bagi tanaman budidaya. Hal tersebut sangat merugikan, bahkan gulma yang satu ini dapat meracuni tanaman dengan mengeluarkan zat alelopati. Gulma kirinyuh mempersulit pemeliharaan tanaman seperti pada penggemburan tanah dan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) karena akar kirinyuh yang kuat menancap pada tanah (Prawiradiputra 2007).

Pengendalian gulma yang dapat dilakukan untuk menekan populasinya di lahan jagung ialah penggunaan herbisida berupa gramoxone. Pengendalian secara kimia ini menyemprotkan herbisida pada lahan sebelum menanam, lalu disemprot kembali ketika tanaman menginjak umur satu bulan, dan terakhir memasuki bulan berikutnya. Sayangnya, penggunaan herbisida juga memiliki kekurangan yang dampaknya berkelanjutan jika terus menerus dilakukan. Ini akan mempengaruhi resistensi gulma itu sendiri, merusak struktur tanah, pencemaran terhadap lingkungan, dan bahkan mampu meracuni tanaman pokok.

         Sementara itu, pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan atau dengan sabit. Strategi pengendalian yang sering dilakukan oleh para petani tersebut cukup efektif karena mampu meminimalisir tumbuhnya kembali gulma. Pengendalian secara mekanis juga lebih aman, ramah lingkungan, dan hemat biaya karena cukup mengandalkan tenaga. Namun, jika luas lahan yang dimiliki sangat luas akan sangat menyulitkan. 

     Selain pengendalian gulma secara mekanik dan herbisida, sebaiknya perlu  diperbaiki pula sistem drainase pada lahan tanaman jagung. Karena dari yang diketahui, gulma dapat tumbuh lebih cepat pada musim penghujan dimana kelembapan dan curah hujan yang tinggi. Sebagai saran, untuk penanganan gulma dapat dilakukan dengan bahan-bahan organik agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan memperbaiki sistem drainase pada area budidaya agar kelebihan air dapat dibuang dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman dan populasi gulma.

Fityan Habiburrahman

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Sobat Bumi Indonesia Regional Banten

Referensi:

Alifah, A. N. A., Rosmawati, R., & Jamdin, Z. 2019. Refugia ditinjau dari konsep gulma pengganggu dan upaya konservasi musuh alami. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan8(1), 82-89.

Kurniadie, D., Umiyati, U., & Shabirah, S. (2019). Pengaruh campuran herbisida berbahan aktif atrazin 500 g/L dan mesotrion 50 g/L terhadap gulma dominan pada tanaman jagung (Zea mays L.). Kultivasi18(2), 912-918.

Nasution, R. E., Soejono, A. T., & Mawandha, H. G. 2019. Pengaruh Dosis Herbisida Triklopir dan Solar Terhadap Mortalitas Gulma Chromolaena Odorata Sebagai Gulma Penting di Kebun Kelapa Sawit. Jurnal Agromast, 3(1).

Rusdy, M. 2016. The spread, impact and control of Chromolaena odorata (L.) RM King and H. Robinson in grassland area. Journal of Agriculture and Ecology Research International5(1), 1-8.

Utami, S. Murningsih. dan Muhammad, F.2020. Keanekaragaman dan Dominansi Jenis Tumbuhan Gulma Pada perkebunan Kopi di Hutan Wisata Nglimut Kendal Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Lingkungan18(2), 411-416.

Prawiradiputra, B. R., 2007, Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob), Gulma Padang Rumput yang Merugikan, Wartazoa, 17(1): 46-52

Leave a Comment