Sobat Bumi Indonesia

Microbial Fuel Cells : Penghasil Energi Bersih Masa Kini

Listrik adalah kebutuhan mendasar bagi manusia, sebab memiliki peran besar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, untuk penerangan, mengisi daya pada ponsel seluler, laptop, hingga menyalakan televisi. Dapat dikatakan, listrik adalah salah satu elemen yang eksistensinya tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia. Hal ini dibuktikan oleh laporan Kementerian ESDM, penggunaan listrik di seluruh Indonesia pada tahun 2022 mencapai angka mencapai 1.173 kWh/kapita. Angka ini menggambarkan seberapa besarnya penggunaan daya listrik di Indonesia. 

Kian meningkatnya demand terhadap kebutuhan listrik, kian meningkat pula pembangunan pembangkit listrik oleh pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan pasokan listrik masyarakat. Dilansir  dari data oleh Global Energy Monitor, terdapat 53 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang tengah dibangun pada tahun 2023. Lantas, apakah pembangunan pembangkit listrik merupakan sesuatu yang patut dirayakan setelah Greenpeace Indonesia secara terang-terangan menyatakan bahwa PLTU merupakan kontributor terburuk tunggal yang bertanggungjawab atas hampir setengah (46%) dari emisi karbon dioksida dunia?

Listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik memiliki kontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan, terutama pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU merupakan pembangkit listrik tenaga uap yang menghasilkan listrik melalui uap panas yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara. Namun, tidak hanya membangkitkan listrik, proses pembakaran ini pun nyatanya menghasilkan emisi karbon serta polutan yang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar lingkungan PLTU. Berdasarkan kajian oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2015, hasil dari pembakaran batu bara mengandung polusi berupa partikel halus yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah sehingga menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan. Polusi udara sendiri menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. 

Sering dijuluki sebagai silent killer, polusi udara adalah penyebab sekitar tiga juta kematian dini di seluruh dunia. Dimana pembakaran batu bara adalah salah satu kontributor terbesar dari polusi udara. Dampaknya yang masif dan destruktif ini mendukung urgensi dunia dalam mencari dan mengembangkan alternatif penghasil listrik yang mampu menghasilkan energi yang lebih bersih dan terbarukan, sebut saja menggunakan Microbial Fuel Cells.

Microbial Fuel Cells (MFC) merupakan sebuah sistem penghasil energi berbasis bioelektrokimia yang termasuk dalam salah satu jenis energi terbarukan. MFC mampu menghasilkan arus listrik dengan mengarahkan elektron dari bahan kimia tereduksi (donor elektron) pada anoda yang dihasilkan oleh oksidasi mikroba ke senyawa teroksidasi (akseptor elektron), seperti oksigen pada katoda, melalui rangkaian listrik.

Mekanisme kerja dari MFC terbilang sederhana, yaitu dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme yang memiliki sifat exoelektrogenik yang mampu menghasilkan arus listrik hanya melalui oksidasi senyawa organik. Salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok ini adalah bakteri Geobacter sulfurreducens. Bakteri akan diletakkan pada tangki khusus yang berisi substrat berupa substrat organik. Substrat organik dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk limbah organik. Kemudian, bakteri akan mengoksidasi substrat organik tersebut. Proses oksidasi ini menimbulkan elektron yang kemudian berpindah dari anoda ke katoda. Proses perpindahan ini menimbulkan munculnya arus listrik.

MFC memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Substrat dari MFC dapat berupa limbah dari sampah organik, sehingga limbah dapat diurai bersamaan dengan dihasilkannya energi. Meskipun energi yang dihasilkan oleh MFC masih terbilang rendah dibandingkan dengan PLTU, MFC tetap memiliki berbagai keunggulan yang patut dipertimbangkan. MFC merupakan penghasil listrik yang ramah lingkungan dengan substrat yang dapat diperoleh dari limbah. Tentu saja hal ini lebih ramah lingkungan apabila dibandingkan dengan penggunaan pembangkit listrik tenaga uap yang listriknya bersumber dari pembakaran batu bara.

Selain itu, MFC juga menggunakan substrat dengan biaya yang terjangkau. Penelitian dan ilmu pengetahuan yang berkembang dapat membantu MFC dalam memperbesar skala produksinya. Sistem pembangkit listrik satu ini merupakan energi terbarukan masa depan yang menjanjikan untuk dikembangkan, sehingga mampu mengurangi dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan, serta menjaga kesehatan masyarakat.

Carey Chan

Institut Pertanian Bogor – Sobat Bumi Indonesia Regional Bogor

Leave a Comment